Talenta 56 | Inspirasi Tanpa Batas

Kamis, 16 Desember 2010

Sugino Bertekad Melawan Budaya Politik "Oportunis"

Sugino Bertekad Melawan Budaya Politik

Selalu berbeda. Kesan itulah yang terlihat setiap kali memperhatikan sepak terjang Sugino Pudjosemito di DPRD Trenggalek. Kiprahnya sebagai legislator "kemarin sore" memang tergolong berani.

Dia bahkan sama sekali tidak ragu untuk mengambil sikap politik berbeda dengan teman-temannya yang lain di legislatif. Di saat mayoritas anggota parlemen memilih diam atau abstain, Sugino justru lantang bersuara kritis.

Sikap semacam itu tidak hanya dia tunjukkan sekali-dua kali, tetapi berulang kali. Ia bahkan sepertinya sama sekali tidak peduli, meski tindakan itu harus dilakukannya sendirian. Sikap kritis itu tidak hanya ditujukan kepada kalangan eksekutif tapi rekan sesama legislator juga tak luput dari kritiknya.

Simak saja beberapa kali sepak terjangnya saat menggalang hak angket untuk menyelidiki dugaan "jual-beli" kursi CPNS pada akhir tahun 2009 dan awal tahun 2010.

Sugino merupakan salah seorang penggagas yang paling getol untuk mengumpulkan tanda tangan.

Demikian juga saat DPRD melalui badan anggaran mengusulkan pengadaan mobil fraksi. Sugino merupakan satu-satunya wakil rakyat (dari totak 45 anggota DPRD) yang menyuarakan penentangannya bahkan dengan cara "walk out" dari ruang sidang.

Dua contoh kasus itu baru segelintir gambaran tentang sepak terjang kakek dua cucu ini. Dalam banyak kegiatan DPRD Trenggalek, karakter vokal itu selalu dia tunjukkan tanpa pandang bulu, termasuk saat sebagian rekan-rekannya dari Partai Demokrat memiliki kepentingan berbeda.

Ya, begitulah Sugino Pudjosemito. Selalu berusaha bicara lugas dan apa adanya. Mungkin karena latarbelakangnya sebagai advokat, sehingga pola pikir dan cara bicaranya selalu diembel-embeli rasionalisasi alasan yang menurut pendapatnya logis serta masuk akal.

"Bagi saya, hitam adalah hitam, putih adalah putih. Jika memang baik, tak ada alasan bagi saya untuk mengatakannya buruk. Demikian pula sebaliknya," ucapnya dalam sebuah perbincangan dengan ANTARA.

Karena kekritisannya itulah, Sugino mengaku sangat wajar jika kemudian ada pihak-pihak yang terusik.

Tidak hanya di kalangan eksekutif yang menjadi objek pengawasan DPRD, tetapi juga di kalangan dewan sendiri. Ibarat kata, Sugino telah menjadi "duri dalam daging" bagi rekan-rekannya di DPRD.

Tetapi apakah hal itu lantas membuatnya mengambil jarak dengan para wakil rakyat lain? Jawabannya tentu tidak. Yang namanya politik tetaplah politik.

Perbedaan cara pandang dan penyikapan dalam urusan politik tidak lantas membuat Sugino dikucilkan sama sekali. Hubungan kesehariannya dengan anggota dewan lain tetap baik, meski dalam beberapa kasus ia "ditinggal" oleh rekan-rekannya.

"Saya justru menganggap kecenderungan unik itu untuk melawan budaya politik oportunis yang terlanjur melekat di dunia legislatif, terutama di DPRD Trenggalek," ujarnya.

Sugino mengaku tidak peduli meski sikap-sikap kontroversialnya akan menyebabkan karir politiknya terancam.

Baginya, membangun citra politik secara sehat serta mengedepankan kepentingan masyarakat merupakan prioritas yang telah menjadi komitmennya sejak awal menerjuni dunia politik praktis.

"Saya bukan bermaksud sok suci, saya hanya ingin melakukan yang terbaik dan sesuai dengan hati nurani. Apapun risikonya," tandasnya. 
Sumber : http://www.antarajatim.com/