Pengamat politik CSIS, J Kristiadi menilai politik kepentingan telah menyandera dan melemahkan pemerintah. Proses penyusunan regulasi politik pada 2011 pun dikhawatirkan hanya menjadi medan pertarungan kepentingan partai dalam memperebutkan kekuasaan.
"Pertarungan kepentingan sudah diawali tahun 2010 dalam menyusun revisi UU penyelenggaraan pemilu. Berbagai gagasan untuk mencegah politik uang sebagai sumber bencana yang merusak tatanan dan peradaban politik, akan sulit diwujudkan," kata Kristiadi dalam acara seminar 'Outlook Politik dan Ekonomi Indonesia 2011', di Jakarta, Kamis (2/12).
Padahal, tanpa kontrol ketat terhadap keuangan partai dan kandidat akan memproduksi uang haram yang sumbernya tidak jelas. Bahkan tidak mustahil para politisi dan pejabat Indonesia di masa yang akan datang dikendalikan oleh para mafia.
Tak hanya itu, prospek politik 2011 dapat diperkirakan pragmatisme dan opurtunisme politik akan semakin menguat, sementara politik keberpihakan para elit kepada rakyat akan semakin melemah sejalan semakin dekatnya Pemilu 2014.
"Para elit akan disibukkan dengan reposisi mencari aliansi politik baru dalam rangka menyusun kepentingan kekuasaan," katanya.
Kristiadi mengatakan, bila kecendrungan tersebut menjadi kenyataan, oligarki dan dinasti politik juga akan semakin mengaut dan demokrasi prosedural semakin menjadi sarana para petualang politik untuk berburu kekuasaan.
Bahkan, dalam jangka yang tidak terlalu lama dapat dipastikan rakyat semakin tidak percaya dengan demokrasi dan akan mencari alternatif lain, termasuk tawaran-tawaran ideologi yang bertentangan demokrasi dan anarki sosial.
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan itu, lanjut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tidak boleh larut dalam pragmatisme politik dan harus menegaskan kepemimpinannya, terutama perlu upaya sungguh-sungguh dan keras untuk 'menjinakkan' mitra koalisi agar jangan melakukan agenda dan manuver politik yang semata-mata untuk kepentingan kekuasaan.
Selain itu, tambah Kristiadi, Presiden SBY juga mengambil inisiatif untuk menyusun RUU politik yang komprehensif, kohesif dan koheren, sehingga diperlukan politik perundang-undangan yang jelas dan dapat menghasilkan UU yang baik untuk kesejahteraan rakyat.
"Substansi UU harus merupakan hasil kristalisasi perdebatan publik yang sehat. Dalam RUU politik, Presiden perlu memberikan tekanan politik mitra koalisinya agar mereka dapat mengadopsi regulasi yang dapat membatasi dan mengontrol keuangan parpol dan para kandidat," tuturnya.
Kalangan masyarakat sipil juga perlu melakukan konsolidasi agar dapat membangun kekuatan tanding, baik terhadap pemerintah maupun parlemen. Ini diperlukan mengingat demokrasi prosedural telah dijadikan instrumen elit politik untuk menghancurkan tatanan politik dan peradaban bangsa," demikian J Kristiadi.
(ant/waa)
http://erabaru.net/
(ant/waa)
http://erabaru.net/