Talenta 56 | Inspirasi Tanpa Batas

Kamis, 03 Februari 2011

ElBaradei Kembali, Mesir Dibakar Api, Sejumlah Negara Eropa Desak Dimulainya Transisi

TEMPO Interaktif, Setelah bertahun-tahun di luar negeri, kendati terancam kematian, pemenang Nobel asal Mesir Mohamed ElBaradei, Kamis (27/1), nekad kembali ke negaranya untuk bergabung bersama kelompok antiMubarak.

Pria 68 tahun itu kembali dari Vienna, Austria, negeri yang selama ini dia tinggal, guna menentang kepemimpinan Hosni Mubarak yang memimpin Mesir selama 30 tahun. Tak ayal kepulangannya membuat suhu politik Mesir membara.

Kekerasan pecah di Kairo dan Terusan Suez, sebelah timur ibu kota Mesir, serta kota-kota lainnya. Sementara itu, gelombang protes di sebelah utara Sinai tepatnya di kawasan Sheikh Zuweid terjadi peristiwa berdarah. Polisi menyalakkan senjata api untuk membubarkan gelombang unjuk rasa, namun berbuntut tewasnya 17 orang akibat sergapan timah panas.

Perlawanan terhadap Mubarak tak hanya dilakukan di jalanan, tapi juga melalui situs jejaring sosial. Sejumlah situs berisi ajakan demonstrasi besar-besaran, Jumat (28/1), untuk menjatuhkan presiden berusia 82 tahun. Jutaan orang diperkirakan bakal menghadiri salat Jumat bersama di berbagai kota, sekaligus menyiapkan unjuk rasa menentang Mubarak.

"Inilah saatnya memprotes kehidupan di Mesir. Saya sengaja pulang untuk bergabung dengan rakyat Mesir," kata ElBaredei ketika tiba di bandara Kairo yang disambut oleh sejumlah kecil pendukungnya.

AlBaradei menyatakan siap memimpin masa transisi di Mesir jika diminta. Meskipun kedatangannya di Mesir bisa mengancam nyawanya, bekas utusan PBB untuk urusan nuklir, ini tak gentar.

"Saya tak dikawal ketika tiba di Mesir, tetapi, Anda perlu mengerti bahwa Anda harus bersama rakyat Anda," ujar ElBaradei.

Ribuan orang sejak Selasa dan Rabu bentrok dengan petugas keamanan. Mereka menentang kepemimpin Hosni Mubarak yang telah berlangsung 30 tahun. Polisi di Kairo tengah membubarkan kerumunan demonstraan dengan pentungan, gas air mata, dan tembakan senjata api. Akibat kejadian itu menyebabkan sedikitnya empat orang tewas dan lusinan lainnya cedera.( CHOIRUL | AL JAZEERA | CNN  )


Sejumlah Negara Eropa Desak Dimulainya Transisi  


Liputan6.com, London: Para pemimpin lima negara Eropa mendesak pemerintah Mesir untuk melindungi warga negaranya dari kekerasan dan memulai transisi kekuasaan. Para pemimpin Perancis, Inggris, Jerman, Italia, dan Spanyol menyatakan keprihatinan mendalam atas bentrokan di Kairo dalam sebuah pernyataan bersama, Kamis (3/2) siang waktu setempat.

Dalam pernyataan itu, para pemimpin Eropa mengutuk semua orang yang menggunakan atau mendorong kekerasan yang hanya akan memperburuk krisis politik Mesir. "Hanya dengan transisi yang cepat dan teratur, Mesir dapat bertahan dalam menghadapi masalah ini. Proses transisi harus dimulai sekarang," kata pernyataan itu.

Sementara itu, Rusia justru menyatakan tidak akan ikut memberikan tekanan eksternal. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, mengatakan," Mesir sebagai mitra strategis Rusia. Selain itu, kedudukan Mesir juga sangat penting di Timor Tengah,  sebagai negara kunci di kawasan itu.

"Itulah sebabnya kita terpaksu harus bersikap "diam" terhadap apa yang terjadi di sana, biarkan Mesir yang mengatasi masalahnya sendiri. Mesir adalah negara yang stabil, makmur, dan demokratis. Kami berpikir tidak pantas memberikan ultimatum terhadap Mesir dalam menyelesaikan masalah internal negaranya," kata Lavrov. (Xinhua/NHK)